Monday, October 30, 2006

pojok.

Dia tersenyum simpul melihat sekitarnya, kilasan putih giginya melintas di balik bibirnya. Mungkin sesuatu membuatnya geli, menggelitik rusuk.

Dia melihat ke langit. Sudah berapa lama ini tidak hujan, hanya sedikit cipratan malu-malu. Dia merasa gerah. Lengket sudah kulitnya, dengan keringat dan debu yang sudah membaur di sekujur tubuhnya.

Namun dia tetap tersenyum.

Sesekali dia menunjuk ke langit, membuat garis-garis khayalan di antara awan-awan. Mereka bergerak malas, seakan menunggu jatuhnya titah dariNya untuk mehamburkan butiran-butiran air yang mereka simpan.

Dia membayangkan bentuk-bentuk yang dia kenal. Awan di kanan terlihat seperti kuda berlari, persis seperti di televisi. Agak sebelah kiri ada sebuah mobil balap, mengarungi langit dengan pelan, bunyinya terngiang lamat di telinga dia. Yang di sebelah kiri bawah sedikit mirip hidung tetangganya; besar dan mancung. Dia tertawa geli membayangkannya.

Ah, matahari terik sekali hari ini. Dia mulai mengusap dahinya dengan lengan kausnya yang sudah mulai menghitam. Padahal sekarang belum juga tengah hari. Kalau saja ada pohon dimana dia bisa berteduh dibawahnya sesaat.

Tiba-tiba semua berhenti, hembusan angin berhenti, suara-suara mesin meredup di telinganya. Dia tahu ini saatnya.

Dia pun berdiri seketika.

Ketika lampu berubah merah, dia mulai menyanyikan sebuah lagu tentang cinta, diiringi bunyi cempreng tutup botol.

Entah sampai kapan.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

eXTReMe Tracker