Saturday, November 07, 2009

Perahu.

Perahu kertas itu terdiam di tengah kolam, hampir tidak bergerak. Hanya kadang bergeser ke kanan, kadang ke kiri. Namun dia hanya bergeming terapung. Tanpa arah, tanpa tujuan.

Dia terlihat kusam, terdera cuaca yang tak kenal ampun. Tubuhnya sudah menguning, layarnya sudah berlubang. Dia bukan lagi sebuah perahu kertas yang bisa dengan bangga berlayar ke mana pun dia mau.

Sinar matahari terus menerpa perahu kertas itu. Terik. Panas. Kering.

Dia tetap terdiam.

Namun tiba-tiba dia bergerak kecil ke kanan. Pelan. Dan terus bergerak, seakan ada sebuah tangan yang mendorongnya.

Riak mulai terbentuk, bagai jejak kaki, dan kemudian hilang ditelan detik. Perahu kertas itu terlihat lebih ringan, gerakannya mulai luwes. Bergoyang kiri dan kanan, seperti menari.

Ah, angin lah yang membuatnya begitu. Berhembus pelan dan membawanya bergerak kesana kemari. Angin mengajak perahu kertas itu berdansa. Sebuah tarian tanpa musik, hanya nada bisu yang tercantum di balik setiap nafas sejuk sang angin.

Lihat, si perahu itu lincah berkeliaran. Angin semakin kencang bertiup. Tempo semakin cepat. Gerakan semakin liar.

Ini bukan lagi tarian. Ini adalah sebuah permainan cinta yang menggebu. Tiupan angin menjadi teriakan lirih yang menggema di lubuk hati siapapun yang mendengarnya.

Perahu itu terus berlari, meluncur kencang dengan air yang bercipratan, riak pun sudah menjadi ombak, kadang dia terlompat kecil seakan ingin terbawa setiap hembusan, dan semua…

Terdiam.

Tak bergerak.

Perahu kertas itu berputar di tempat, mencari kekasih barunya yang tiba-tiba menghilang.

Beberapa saat berlalu. Semua tetap diam. Hening.

Dia pun berhenti. Dan merebahkan dirinya.

Air perlahan merembes di sekujur tubuhnya yang terkoyak, mengisi setiap pori kertasnya.

Tetes demi tetes.

Sesaat lagi semuanya akan sirna ditelan dalamnya kolam itu.

Sebuah kisah cinta singkat yang indah.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

eXTReMe Tracker